Jumat, 31 Desember 2010

The Story of A Picture, The Owner, and Two Picture Lovers

Cerita ini terjadi di sebuah rumah galeri milik seorang pelukis. Ada seorang anak yang bekerja pada si pelukis itu. Setiap harinya ia bertugas membersihkan rumah galeri. Si anak ini suka sekali mengamati lukisan yang dibuat oleh pelukis. Sampai-sampai pegawai lain menyebutnya The Silent Artist, karena suka mengamati lukisan baru dan berdiam diri di depan lukisan itu dalam waktu yang lama. Seiring berjalannya waktu, ia mulai bisa membaca apa yang ada di dalam sebuah lukisan. Setiap ada lukisan baru yang dibuat oleh tuannya, ia akan menerka apa sebenarnya yang tersirat dalam lukisan tersebut.

Karena usianya yang tua, pelukis ingin menutup rumah galerinya. Ia akan hidup bersama anaknya. Maka, ia akan membuat lukisan terakhir. Si anak sangat penasaran, apa lagi yang ingin disampaikan oleh tuannya melalui lukisan terakhir ini. Singkat waktu, jadilah lukisan terakhir yang hanya berisi: setangkai bunga yang amat cerah namun dengan latar belakang warna yang sendu. Si anak mulai menjadi The Silent Artist. Ia banyak menginterprestasikan arti lukisan terakhir itu dalam pikirannya. Pelayan yang lain mengamatinya lagi sambil bergumam, "Aku tahu dia menyukai setiap lukisan milik tuan kita walaupun ia tak pernah mengatakannya. Tapi aku rasa lukisan ini menjadi lukisan yang paling disukainya karena sudah beberapa hari yang lalu ia menantikannya". Pelukis tidak tahu tentang hal ini.

Beberapa waktu kemudian datanglah seorang pengoleksi lukisan yang kaya raya. Secara serentak ia berkenalan dengan pelukis, ia datang ke rumah galeri itu karena mendengar bahwa pelukis membuat lukisan terakhirnya dan ia ingin membelinya. Pelukis bertanya, "Bagaimana bisa Anda begitu yakin ingin membelinya kalau Anda belum melihatnya?"

"Saya menyukai karya Anda".

"Tapi Anda belum melihat lukisan terakhir saya".

"Saya yakin lukisan Anda selalu berkesan".

Sebenarnya, siapa di antara dua pecinta lukisan itu yang lebih layak?

Kisah ini kubuat karena sesuatu yang tiba-tiba berakhir sebelum sempat dimulai. Kisah ini membuat pertanyaan baru di kepalaku, apa alasannya untuk memilihmu? Apakah dia si anak kecil atau pengoleksi lukisan di kisah ini? Atau mungkinkah aku yang tak memiliki peran dalam kisah ini? Dan bagaimana kau bisa memperjuangkannya, sedangkan sebelumnya kau tak menaruh perasaan? Dan, aku tidak bisa merebut sesuatu yang sudah berkaitan dengan yang lain.

Sedangkan aku tahu banyak waktu kau memperhatikanku diam-diam…

Dan aku berpura-pura bersikap wajar, padahal dalam hati lebih dari itu…

Apa arti semua itu kalau kau memperjuangkan yang lain?

Dan bagaimana meyakinkan hati bahwa semuanya sudah berakhir sebelum sempat memulai?

Sabtu, 25 Desember 2010

Sorry, I'm Tired

Pernahkah anda merasa lelah berteman dengan seseorang?

Menjadi dekat dengan tanpa beban terasa lebih menyenangkan dibandingkan harus membayangkan hal-hal yang tak mungkin. Just keep touch and do something enjoyable…

Pertengkaran terakhir yang menguras air mataku. Sudah cukup untuk membelanya di depan yang lain, melindunginya, mencoba menghubunginya di saat yang lain tidak memikirkannya, mencoba meredam amarahnya ketika ia merasa selalu di atas dan benar, mengalah, menjadi yang minor saat dia selalu mayor dan bertindak seolah-olah aku tidak tahu apa-apa atau tidak bisa apa-apa. Menjadi bunyi yang rendah di saat ia menggurui. Menjadi sabar dan tetap tersenyum. Ini adalah sakit hatiku yang terakhir.

I'm tired of being the minor.

I've always live like this, keeping A COMFORTABLE DISTANCE.

Sabtu, 04 Desember 2010

Three Four and Five




Huah…capek aku. Lahir batin. Baru pertama ini aku tahu ada ucapan selamat ulang tahun yang berujung salah paham. Apalagi jejaring sosial yang bikin geger ikut andil di dalamnya.

Huah…

Perkenalkan, saya Kinanthi Rosyana, saya sanggup menanggung apapun beban dan saya terima apapun yang dilimpahkan pada saya. Saya mengakui bahwa tidak setiap saat saya bisa melakukannya, karena saya tidak selalu dalam mood yang baik dan dalam keadaan yang fit.

Saya tidak akan lagi menjelek-jelekkan teman saya di belakangnya. Karena saya tahu rasanya sakit sekali jika itu terjadi pada diri saya, namun saya butuh teman untuk mengadu dan memperbaiki perasaan saya.