Rabu, 23 Maret 2011

Saya dan Televisi



Saya dan televisi. Dulu, saat saya masih duduk di bangku sekolah, hampir sehari penuh saya habiskan di depan televisi. Kebanyakan menonton film kartun. Namun lama kelamaan, saya semakin tidak mengerti dengan tayangan televisi yang hari ini kebanyakan diisi dengan sinetron. Saya tidak habis pikir kenapa ibu-ibu, khususnya ibu saya, begitu menyukai alur cerita yang menurut saya, sama saja antara sinetron yang satu dengan yang lain. Saya pikir, jalan ceritanya terlalu dibuat-buat, bahasa gaulnya = lebai. Entah kenapa saya menginginkan suatu cerita yang ringan saja. Kebanyakan sinetron kita terlalu fokus dengan sesuatu yang tegang, yang banyak mengeluarkan airmata si tokoh utama. Entah, saya juga sekilas menangkap bahwa si tokoh utama dibuat sebodoh mungkin, sepolos mungkin, sedangkan si antagonis dibuat sejahat mungkin, sesadis mungkin. Di sisi lain, peran seperti polisi, perawat, bahkan dokter justru dibuat sebodoh mungkin, seperti adegan mengejar maling, atau adegan di rumah sakit, sepertinya si tokoh adalah orang yang memiliki segalanya untuk memerintah polisi atau perawat, atau bahkan dokter. Kalau sudah muncul adegan ini, saya geregetan setengah mati, dan saya akan mengomel di depan televisi.

Hal-hal di atas hampir saya temui di setiap sinetron di Indonesia sehingga saya membuat kesimpulan kalau sinetron di Indonesia semua sama saja. Akhirnya saya sedikit demi sedikit meninggalkan televisi dan beralih ke internet, tepatnya youtube. Saya juga lebih suka drama Korea dibanding sinetron.

Apa yang saya cari? Segala hal berbau Korea. Sampai saat ini saya tidak bisa terlepas dengan laptop saya. Khususnya tentang Super Junior dan Girls' Generation (SNSD).

Lambat laun saya mulai membandingkan artis Indonesia dengan Korea. Korean Fever mulai merambah Indonesia, bukan? Yup, saya jadi punya pendapat:
1. Artis Korea itu tidak jaim. Buktinya, mereka di depan kamera (saat tidak show) tidak malu mengekspresikan dirinya. Mau buka-bukaan tentang sifatnya, jujur, tidak malu menunjukkan keakrabannya dengan teman lain. Ini yang membuat saya kagum dengan mereka.
2. Fans = teman, artinya, mereka sadar dan mau bekerja keras demi fansnya. Mereka seperti bicara kepada teman sendiri saat update status ataupun di depan kamera.

Ini yang bikin saya heran kenapa ada artis Indonesia yang bilang, "Korea itu cuma modal tampang doang". Ah, saya pikir biarkanlah orang suka dengan apa yang mereka sukai, tidak perlu mengkritik, sebab si artis ini tampaknya belum pernah dicekoki video klip Super Junior atau mendengar kisah debut mereka yang jauh lebih sulit daripada di Indonesia. Mereka harus melalui training beberapa tahun untuk muncul di televisi. Atau si artis ini belum pernah mendengar tentang Super Shownya Super Junior yang wah…dan diselenggarakan di beberapa negara. Vidi Aldiano saja sampe merinding…

Tentang boyband Indonesia yang nyatanya menjiplak Korea…bukannya saya tidak cinta produk dalam negeri. Setahu saya itu bukan gaya Indonesia sekali, justru karena saya cinta Indonesia, maka harusnya kita harus menjadi diri sendiri. Setuju?

Terakhir, banyak artis Korea yang cinta Bali, jadi tidak sepantasnya kita mencemooh mereka. Sungguh bukan suatu timbal balik yang baik. kalau memang kita bisa bisa membuktikan bahwa kita lebih baik dari mereka, itu akan lebih baik, jangan sampai saya juga berkesimpulan bahwa…artis Indonesia kebanyakan omong doang, seperti yang sering wara-wiri di infotainment :D peace…

Haha…bagaimana dengan Anda dan televisi?

Jumat, 18 Maret 2011

"Tamu Adalah Raja"

Berbicara mengenai pelayanan dan konsumen, saya akan berandai-andai sebentar.
Seandainya saya adalah penjual atau pemilik toko, saya akan berusaha mencuri hati konsumen saya dengan keramahan supaya suatu hari nanti, toko saya merupakan pilihan utama konsumen untuk datang kembali. Setuju?
Seandainya saya adalah pembeli, saya pasti menginginkan pelayanan yang terbaik dan produk yang memuaskan. Setuju?

Namun saya tidak mengerti dengan satu tempat ini. Ini adalah tempat yang menawarkan jasa internet, wi-fi, store, bahkan laundry. Saya suka berada di sini karena nyaman dan full AC. Saya pernah mengantri di kasir lama sekali (saya lupa karena apa, kalau tidak salah sedang menyetting internet laptop saya) dan sama sekali tidak dipersilakan duduk atau apalah…tapi, saya masih menolerirnya.

Tapi hari ini, saya berhasil dibuat pergi dari tempat ini karena sama sekali tidak digubris. Saya meninggalkan komputer dengan keadaan akun facebook, blogspot, yahoo yang tidak saya sign out saking kesalnya. Permintaan saya sederhana, mouse komputer yang saya pakai tidak berjalan lancar. Tapi si kasir menanggapi, "Baru saja atau sudah dari tadi?"
"Baru saja nggak bisa"
"Berarti tadi bisa?"
"Macet", ditanya seperti ini seakan-akan saya dituduh yang merusaknya. Kemudian saya kembali menunggu si kasir datang. Namun si kasir tidak kunjung memperbaikinya. Bayangkan, apa yang harus saya lakukan dengan komputer yang mouse-nya tidak bisa difungsikan? Alhasil, saya teringat pada beberapa game jual-beli yang konsumennya bisa saja pergi kalau pemilik toko terlalu lama mempersiapkan pesanan. Akhirnya saya cabut flash disk saya dan pergi dari tempat itu. Ah…sungguh, mungkin saya tidak akan pergi ke tempat itu lagi.

Lebih baik ke warnet.

Sabtu, 12 Maret 2011

Motivasi Lain




Apa yang terjadi ketika kita menemukan kegiatan lain yang lebih menjanjikan? Anggap saja kamu sudah punya impian yang memang sudah lama kamu inginkan, dan sekarang kamu sedang menjalaninya. Impian ini tidak begitu saja bisa kamu raih, kamu harus berjalan perlahan-lahan untuk mendapatkannya. Seiring berjalannya waktu, kamu secara tidak sengaja bertemu dengan suatu kegiatan yang lebih menantang dan juga menjanjikan. Sedikit-demi sedikit kamu akhirnya mengakui bahwa kegiatan baru ini lebih menyenangkan daripada impian kamu.

Apakah motivasi ini membuka pandangan baru atau malah memperkuat impian kamu?

Jumat, 04 Maret 2011

Impian




"Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud
Ya sudahlah…"

Lagu Bondan Prakoso ini sempat populer karena sarat akan makna. Yah, saya juga menyukainya karena begitu nyaman didengar. Tapi saya agak tercengang dengan syair di atas.

"Ketika mimpimu yang begitu indah tak pernah terwujud
Ya sudahlah…"

Beberapa orang memotivasi untuk tidak takut bermimpi, untuk terus mengejar impian. Tapi tampaknya Bondan punya cara pandang sendiri untuk berhenti bermimpi ketika mimpi itu tidak pernah kita raih. Hm, bagaimana pendapat Sahabat tentang syair ini? Apakah memang kita harus punya titik henti untuk mimpi kita?

Mimpi yang bagaimana maksud Bondan?