Senin, 31 Januari 2011

Kurang Tanggap

Saya ini tipe orang yang…begini, saya dididik dalam keluarga yang tidak terlalu terbuka masalah perasaan. Bapak dan ibu saya adalah orang yang pendiam. Sejak kecil saya diasuh oleh kakek dan nenek saya. Yah, boleh dibilang saya dimanja. Saya terbiasa menerima segala sesuatu dengan beres. Mungkin inilah yang membuat saya memiliki satu sifat kurang tanggap. Ketika misalnya, teman-teman saya dan saya melihat sampah berserakan, sementara orang lain memungutnya dan membuangnya ke tempat sampah, saya hanya bergumam, "Ya ampun, kotor sekali". Diperlukan orang yang menghantarkan suatu stimulus kepada saya untuk menegur, "Ki, tolong dipungut dong sampahnya". Barulah saya bergerak. Sebenarnya saya sadar tentang hal ini, namun sekali lagi, harus ada yang memberi suatu stimulus kepada saya.

Bagaimana Anda mengatasi hal ini?

Kamis, 27 Januari 2011

Resolusi

Tahun 2011, saya butuh sesuatu yang menjadi fokus saya. Dan saya putuskan bahwa, tahun ini SAYA HARUS MENYELESAIKAN SEBUAH NOVEL.

Saya sering heran sendiri, keinginan untuk menerbitkan sebuah novel itu sudah lama sekali muncul, pas saya masih duduk di bangku SMP. Tapi kenapa belum juga terealisasikan…kalau dipikir-pikir, beberapa tahun ini apa yang saya lakukan? Dulu saya sempat iseng menerbitkan kumpulan cerpen sendiri yang juga saya print sendiri-dengan pengorbanan…niat saya untuk kumcer itu sungguh besar. Ketika sudah saya jilid rapi, saya edarkan kumcer itu kepada teman-teman yang suka membaca, dan saya minta mereka untuk menuliskan komentarnya di halaman kosong paling belakang. Kebiasaan ini saya teruskan sampai SMA, seingat saya sudah 2 kumcer yang saya 'terbitkan'. Dan sekarang saya ingin benar-benar menerbitkan sebuah novel, sungguh...

Selasa, 25 Januari 2011

Berbagilah…

Cerita yang satu ini masih pengalaman pribadi dan masih berasal dari RS. Huwa…saya percaya, banyak sekali cerita tiap hari kalau kita mau mengamati. Dan sekarang saya percaya, kenapa soft skill itu penting sekali diajarkan sejak kecil. Kalau kita terbiasa dengan lingkungan dan keadaan yang sangat buruk, maka seperti itulah kita nantinya.

Suatu waktu, masih dengan rekan sesama mahasiswa beda universitas. Saya akui, waktu itu jumlah mahasiswa di ruangan sangat banyak. Otomatis memang akhirnya kami dipaksa harus berebut - dengan aturan pastinya, untuk mendapatkan kompetensi. Hari pertama, kami masih bisa berbagi kompetensi dan menurut saya, semuanya berjalan lancar. Namun, hari kedua, di saat petugas ruangan membawa trolley berisi alat injeksi, beberapa mahasiswa beda universitas langsung mengambil dan membawa semua spuit (jarum suntik) ke pasien. Otomatis, saya dan teman-teman tidak kebagian satu pun spuit. Kami langsung bingung, "Loh, ini maksudnya gimana kok semua jarum dibawa? Trus kita gimana?", tidak hanya kami, petugas ruangan pun bingung dengan sikap beberapa mahasiswa itu. Kami pun punya prasangka buruk, mungkinkah mereka takut tidak kebagian kompetensi atau malah merebut kompetensi? Sekali lagi, di sini saya yakin bahwa komunikasi itu sangatlah penting.

Tidak sampai di situ saja, kali ini petugas kesehatan yang menangani pengambilan darah tadi dibuat bingung karena mahasiswa tadi tidak melihat atau bertanya sebenarnya berapa cc darah yang diperlukan. Ada yang mengambil 5 cc padahal petugas hanya butuh 2 cc, "Ini terlalu semangat menyuntiknya, padahal saya hanya butuh 2 cc. Kalau seperti ini kan sayang sisanya dibuang ". Padahal, darah itu setiap cc pasti berharga. Ada pula yang hanya mengambil 2 cc padahal butuhnya 7 cc, alhasil si pasien ditusuk lagi untuk mengambil kekurangannya. Ini pasti menimbulkan trauma. "Makanya, jarum itu jangan dibawa semua, jangan asal tusuk, tolong dilihat bukunya butuh berapa…", sampai-sampai saya heran kenapa petugas kesehatan itu begitu sabarnya menanggapi para mahasiswa yang ceroboh…ckckck…

Bertindak cepat itu penting, tapi bukan grasa-grusu. Lebih teliti dan bertindak tepat akan lebih berharga, dan…lihatlah di sekeliling Anda, apakah ada yang bisa diajak kerjasama.

Rabu, 19 Januari 2011

Welcome 2011!



Ok…welcome new year,,.

Kali ini aku ingin menulis tentang senior dan junior, khususnya di rumah sakit.

Beberapa minggu lalu menjelang PBP di RS, aku selalu bersemangat untuk mendapatkan kompetensi baru. Sebenarnya dari PBP I semester lalu, secara tidak sadar masing-masing mahasiswa pasti ketar-ketir khususnya soal menghadapi petugas kesehatan yang galak. Yah, siapa sih yang nggak kuatir soal ini: mahasiswa baru yang masih belajar dihadapkan pada situasi yang dituntut untuk serba cepat. Apalagi SELALU saja ada isu yang sebenarnya tidak diinginkan namun menjadi suatu kenyataan kalau: mahasiswa D3 SELALU dianggap lebih terampil dibandingkan mahasiswa S1. Akhirnya kami SELALU memiliki benteng yang tak kasat mata untuk memaklumi dengan alasan bahwa rekan D3 SELALU terjun ke lapangan sedangkan kami harus belajar teori. Dan, saya benci untuk mengakui bahwa dalam ranah keperawatan di jaman ini pun, status pendidikan masih terkotak-kotak.

Nah, entah kenapa semester ini setiap pulang dari rumah sakit perasaan tidak nyaman SELALU lebih besar dan kuat. Itu karena kotak-kotak tadi. Kotak-kotak yang menjadi pembeda, sehingga tindakan yang sedikit lebih besar dipercayakan untuk golongan tertentu, dan saya tidak pernah punya kesempatan untuk mencoba. Kotak-kotak yang membuat seolah-olah kami tidak hadir di tempat itu. Kotak-kotak yang membuat kami bingung, sebenarnya mau dibawa ke mana kompetensi ini…

Banyak hal sebenarnya yang membuat saya jengkel. Satu hal yang membuat hati lebih jengkel adalah, cara bicara yang kasar. Tidak satu-dua kali saya mengalami hal ini, namun pembicaraan yang paling terekam di pikiran saya adalah ketika membantu seorang rekan sesama mahasiswa (beda universitas) merawat luka seorang pasien. Dia mendorong trolley peralatan rawat luka sedangkan saya di belakangnya. Ia tampak kesulitan, sedang saya tidak tahu mau ke mana trolley itu didorong.

Dengan jengkel dia menyuruh saya, "Mbak, tolong ya didorong biar saya yang narik, gitu!". Dengan sopan walau hati saya sudah tertusuk saya balik bertanya, "Memangnya mau dibawa ke mana?", setelah dia memberitahu saya pun membantunya.

Tidak sampai di situ saja, saat mahasiswi tersebut menggunting kasa dan kesulitan, saya menganjurkan, "Disobek saja mbak, kasanya" (Saya pernah melihat dosen saya menyobek kasa tanpa gunting, dan sungguh, hasilnya masih lebih rapi dibanding guntingan mahasiswi ini, kata dosen saya, 'Make your hand as a tool', ketika berada di lapangan, sungguh, seni lebih diperlukan daripada teori).

Dan apa kata mahasiswi tersebut menanggapi saran saya?

"Apa? Disobek? Nanti kalau nggak rapi gimana? Kalau serabutnya ke luka pasien gimana?"

Sungguh, saya tidak memaksa suatu saran, dia boleh menerima atau menolak, tapi saya lebih-sangat-menerima-sekali kalau dia menyampaikannya dengan bahasa yang lebih halus. Sangat. Ketika ini terjadi, memang rasanya ingin menumpahkan segala kekesalan. Dada saya terasa sesak sekali diperlakukan seperti itu. Bagaimana tidak, petugas ruangan saja masih sopan kepada mahasiswa, tapi mahasiswi yang satu ini sungguh…

Keterlaluan.

Oleh karena itu sahabat sekalian, saya menghimbau kepada Anda semua, marilah kita lebih memperhatikan nada suara dan gaya bahasa kita. Ketika Anda tidak satu pikiran dengan lawan bicara, gunakanlah nada yang halus. Anda mungkin tidak ingat telah mengeluarkan kata-kata yang kasar, tapi siapa yang salah kalau lawan bicara Anda sakit hati dan selalu mengingat kejadian itu? Ah…mulutmu - harimaumu.

Rabu, 12 Januari 2011

A Good Communication

Kali ini aku belajar banyak soal komunikasi. Aku sudah tidak ragu lagi untuk memulai pembicaraan dengan keluarga pasien, alhamdulillah banyak nasehat yang aku sampaikan. Pengkajian bisa kepada siapa saja, dengan mendengarkan, aku pikir bisa meringankan beban sejenak.

Salah satu pasien yang begitu agresif tiba-tiba hari ini down. Walaupun dia usil dan dalam taraf berbahaya, melihatnya lemas dan berkata ingin bunuh diri sungguh sedih rasanya. Ibunya sampai menangis mendengarnya, tapi aku kasih support.

Kemudian aku beralih ke jiwa anak. Anak-anak yang katanya autis dan ADHD banyak sekali, apalagi yang RM. Aku mencoba melihat dari sisi lain, bahwa sebenarnya mereka unik. Ada misteri di balik kenapa dia selalu aktif, atau malah tidak bisa memperhatikan. Haah…andai saja aku PBP di ruang jiwa terus...

Kamis, 06 Januari 2011

My Mind Gonna be Stronger

Weekend kemarin pulang karena ada rapat MAGENDA. Seperti biasa, aku selalu rela mengorbankan segalanya untuk kumpul. Waktu yang kuhabiskan di perjalanan lebih lama dibanding waktu yang kuhabiskan di rumah. Aku berangkat dari Surabaya sehabis subuh, dan sampai di rumah jam dua belas pas. Padahal aku hanya punya waktu sehari. Padahal waktu itu rapat dimulai jam dua belas, tapi aku selalu heran apa yang membuatku selalu rela untuk datang…ini selalu terjadi sejak SMA. Selalu meluap-luap, walaupun aku tahu yang datang hanya segelintir orang.

Karena luapan ini, aku selalu hadir di rapat OSIS ataupun acara kelas

Karena luapan ini, aku selalu terus walaupun di tengah perjalanan aku terjatuh di atas aspal

Entah, aku tidak tahu apa yang membuatnya mampu menggerakkan otot terbawah dari tubuhku untuk terus berjalan

Aku tidak tahu dari mana asalnya kekuatan besar itu

Namun entah karena apa, pulangku yang kali ini membuatku sadar aku tidak perlu lagi banyak-banyak merepotkan orang tuaku untuk mengantarku ke sana dan ke sini. Ini soal kendaraan. Jadi sekuat apapun kekuatan itu harus kuredam dengan kalimat:

"It's the right time to say good bye to the past, and say hello to the future…"

Sebenarnya bukan hanya karena kendaraan, ini soal memori yang tiba-tiba saja muncul.

Perjalanan kembali ke Surabaya diisi oleh lagu-lagu sendu yang membuatku tetap terjaga. Kepalaku terisi penuh dengan rencana kecilku yang kala itu menjadikan kapasitas rongga kepalaku penuh. Keinginan kecil ini yang jika dibiarkan akan terus meluap dan aku butuh wadah untuk menampungnya.

Semoga terlaksana, amin.

Senin, 03 Januari 2011

I Want to, But It Still…

Aku mau, tapi itu tetap tinggal

Kenapa hatiku selalu begini, baru merasa ketika sudah jauh

Apalagi ketika aku tahu kau sedang duduk sendiri

Maka aku akan mencari suatu topik yang membuat kita dekat

Apalagi kau dan aku menyukai banyak hal yang sama

Mengetahui kalau buku catatanku kini kau pegang

Maka aku pun tersenyum, tapi cukup dalam hati

Dialog kecil menggoda

Bahwa aku mulai gila dan kacau karena dirimu mencari wanita lain

Membuatku cukup bingung, haruskah aku tersenyum karena senang teman-temanku mengetahuinya

Ataukah sedih karena memang begitu kenyataannya...

Minggu, 02 Januari 2011

Strong Heart




Hatiku sudah tidak mempan lagi leleh ketika aku tahu kau menangis

Walaupun aku sebenarnya menerka tentang penyebabnya

Aku tidak ingin mengelus punggungmu lagi dan berkata "tenang"

Sebab kau pernah membuat hatiku menjadi terombang ambing

Sedangkan untukmu lelaki, aku sudah tidak lagi melelehkan air mataku dan membuat hatiku was-was

Walaupun aku masih terheran-heran kenapa kau mempertahankannya tanpa hatimu

Aku tidak ingin memunculkan bayanganmu lagi dalam mimpiku

Sebab kau tak pernah menegaskan hatimu sendiri, bagaimana kau bisa menegaskan hatiku?