Jumat, 11 Februari 2011

I'm Pretending Don't Want to Know

Bukankah aku sudah tidak ingin lagi membicarakanmu?

Ya, beberapa waktu lalu aku berkata seperti itu

Tapi sekarang biarkan aku BERPIKIR TENTANGMU SEJENAK SAJA

Sekelumit cerita tentang dirimu muncul lagi biarpun aku sudah bertindak seperti tidak mau tahu


Cerita bahwa, selama ini kamu menyukai orang lain sebelum dia mendekatimu, dan aku tidak habis-habisnya heran kenapa kamu justru memilih orang ini daripada orang yang kamu sukai? Kenapa, tidak sedikitpun kamu memperjuangkan hatimu yang sebenarnya? Kenapa justru menyerah pada keadaan?

Sesekali aku berpikir, apakah mungkin kamu memilih orang ini dengan alasan: "Karena dia suka aku, maka aku harus belajar menyukainya juga"?

Bagaimana kalau ternyata orang yang kamu sukai memiliki perasaan yang sama denganmu? Apakah kamu tidak ingin mengetahuinya juga?

Lihat, BERPIKIR TENTANGMU SEJENAK SAJA sudah cukup membuatku banyak bertanya. Biarpun sebenarnya aku ingin tahu siapa orang yang kau sukai itu, aku akan berpura-pura tidak ingin tahu...

Jumat, 04 Februari 2011

Cerita tentang Saya dan Earphone

Sekarang saya lebih sering menggunakan earphone. Alasannya adalah, selain saya suka mendengarkan lagu Korea akhir-akhir ini (walaupun sebenarnya saya tidak mengerti artinya), saya adalah orang yang mudah melamun. Katakanlah ketika saya sedang menyetir sepeda dan pergi ke suatu tempat, maka imajinasi saya mulai muncul. Tentang apa saja. Ini berbahaya bukan, berimajinasi di saat sedang menyetir sepeda. Tapi entahlah, saya masih bisa awas di jalanan.

Lain lagi ketika saya sedang tidak menyetir sepeda, entah itu di rumah sakit atau di kelas dan tidak ada kegiatan sama sekali, saya hanya duduk malas. Teman-teman sering menegur saya karena melamun. Bagaimana mereka bisa tahu kalau saya melamun? Entah, mungkinkah bisa terbaca hanya dari pandangan mata? Setelah ditegur, saya selalu kesal pada diri saya: kenapa sesering ini…

Suatu ketika, saya sampai pada puncak kekesalan saya ketika mengendarai sepeda ke arah terminal. Saya ditegur oleh seseorang sambil melambaikan tangan karena mengendarai sepeda hampir ke arah tol. Awalnya kaget, saya pun menghentikan sepeda dan seperti terjaga dari tidur, saya beristighfar dan lagi-lagi bertanya: kenapa sesering ini…

Akhirnya, saya mencoba benda ini untuk menghindari melamun terlalu berlebihan: earphone. Tidak ada rekomendasi dari siapa-siapa mengenai hal ini, hanya saja saya mencoba untuk berkonsentrasi dengan mendengarkan lagu agar tidak lagi melamun. Semacam music therapy. Dan sekarang, saya selalu melakukannya dan menjadi semacam suatu kebiasaan. Lama-lama saya menginginkan sebuah headphone. Hihihi… :p

Senin, 31 Januari 2011

Kurang Tanggap

Saya ini tipe orang yang…begini, saya dididik dalam keluarga yang tidak terlalu terbuka masalah perasaan. Bapak dan ibu saya adalah orang yang pendiam. Sejak kecil saya diasuh oleh kakek dan nenek saya. Yah, boleh dibilang saya dimanja. Saya terbiasa menerima segala sesuatu dengan beres. Mungkin inilah yang membuat saya memiliki satu sifat kurang tanggap. Ketika misalnya, teman-teman saya dan saya melihat sampah berserakan, sementara orang lain memungutnya dan membuangnya ke tempat sampah, saya hanya bergumam, "Ya ampun, kotor sekali". Diperlukan orang yang menghantarkan suatu stimulus kepada saya untuk menegur, "Ki, tolong dipungut dong sampahnya". Barulah saya bergerak. Sebenarnya saya sadar tentang hal ini, namun sekali lagi, harus ada yang memberi suatu stimulus kepada saya.

Bagaimana Anda mengatasi hal ini?

Kamis, 27 Januari 2011

Resolusi

Tahun 2011, saya butuh sesuatu yang menjadi fokus saya. Dan saya putuskan bahwa, tahun ini SAYA HARUS MENYELESAIKAN SEBUAH NOVEL.

Saya sering heran sendiri, keinginan untuk menerbitkan sebuah novel itu sudah lama sekali muncul, pas saya masih duduk di bangku SMP. Tapi kenapa belum juga terealisasikan…kalau dipikir-pikir, beberapa tahun ini apa yang saya lakukan? Dulu saya sempat iseng menerbitkan kumpulan cerpen sendiri yang juga saya print sendiri-dengan pengorbanan…niat saya untuk kumcer itu sungguh besar. Ketika sudah saya jilid rapi, saya edarkan kumcer itu kepada teman-teman yang suka membaca, dan saya minta mereka untuk menuliskan komentarnya di halaman kosong paling belakang. Kebiasaan ini saya teruskan sampai SMA, seingat saya sudah 2 kumcer yang saya 'terbitkan'. Dan sekarang saya ingin benar-benar menerbitkan sebuah novel, sungguh...

Selasa, 25 Januari 2011

Berbagilah…

Cerita yang satu ini masih pengalaman pribadi dan masih berasal dari RS. Huwa…saya percaya, banyak sekali cerita tiap hari kalau kita mau mengamati. Dan sekarang saya percaya, kenapa soft skill itu penting sekali diajarkan sejak kecil. Kalau kita terbiasa dengan lingkungan dan keadaan yang sangat buruk, maka seperti itulah kita nantinya.

Suatu waktu, masih dengan rekan sesama mahasiswa beda universitas. Saya akui, waktu itu jumlah mahasiswa di ruangan sangat banyak. Otomatis memang akhirnya kami dipaksa harus berebut - dengan aturan pastinya, untuk mendapatkan kompetensi. Hari pertama, kami masih bisa berbagi kompetensi dan menurut saya, semuanya berjalan lancar. Namun, hari kedua, di saat petugas ruangan membawa trolley berisi alat injeksi, beberapa mahasiswa beda universitas langsung mengambil dan membawa semua spuit (jarum suntik) ke pasien. Otomatis, saya dan teman-teman tidak kebagian satu pun spuit. Kami langsung bingung, "Loh, ini maksudnya gimana kok semua jarum dibawa? Trus kita gimana?", tidak hanya kami, petugas ruangan pun bingung dengan sikap beberapa mahasiswa itu. Kami pun punya prasangka buruk, mungkinkah mereka takut tidak kebagian kompetensi atau malah merebut kompetensi? Sekali lagi, di sini saya yakin bahwa komunikasi itu sangatlah penting.

Tidak sampai di situ saja, kali ini petugas kesehatan yang menangani pengambilan darah tadi dibuat bingung karena mahasiswa tadi tidak melihat atau bertanya sebenarnya berapa cc darah yang diperlukan. Ada yang mengambil 5 cc padahal petugas hanya butuh 2 cc, "Ini terlalu semangat menyuntiknya, padahal saya hanya butuh 2 cc. Kalau seperti ini kan sayang sisanya dibuang ". Padahal, darah itu setiap cc pasti berharga. Ada pula yang hanya mengambil 2 cc padahal butuhnya 7 cc, alhasil si pasien ditusuk lagi untuk mengambil kekurangannya. Ini pasti menimbulkan trauma. "Makanya, jarum itu jangan dibawa semua, jangan asal tusuk, tolong dilihat bukunya butuh berapa…", sampai-sampai saya heran kenapa petugas kesehatan itu begitu sabarnya menanggapi para mahasiswa yang ceroboh…ckckck…

Bertindak cepat itu penting, tapi bukan grasa-grusu. Lebih teliti dan bertindak tepat akan lebih berharga, dan…lihatlah di sekeliling Anda, apakah ada yang bisa diajak kerjasama.