Selasa, 03 Agustus 2010

Missing that Time (1)




Akhir-akhir ini memang aku begitu terbayang dengan kenangan MOS, DIKLAT. Wah, kapan ya aku bisa punya teman organisasi seperti OSIS EXCELLENT? Hm…foto mereka aku bawa ke Surabaya. Juga PADUWA. Kalau aku kangen, aku tinggal menoleh, tapi itu tidak cukup untuk mengobati kangenku.

Waktu SMA, aku ingat bergabung dengan mereka awalnya dengan suatu keraguan. Maklum, aku berasal dari SMP luar kota. Praktis, aku tidak memiliki teman akrab yang sepenanggungan ketika masuk di SMA. SMA ini, terkenal dengan OSISnya yang disiplin. Tidak bisa dipungkiri, saat aku menjadi murid baru aku keder mendengarnya. Penampilan mereka gampang dikenal: seragam kebesaran mereka -atasan putih lengan panjang dan bawahan abu-abu-, topi yang kalau tidak dipakai diselipkan di ikat pinggang bagian belakang, kaos kaki panjang 10 centimeter di bawah lutut, dan sepatu fantovel. Tampak elegan. Siapapun yang melihatnya, pasti langsung bisa menebak kalau mereka berasal dari SMAku. Ya, memang bukan sekedar gosip. Memang terbukti saat aku MOS kakak-kakak OSIS memang menjadi pusat perhatian. Aku pun tidak tahu apa sebenarnya yang membuatku kagum kepada mereka. Kalau mereka waktu itu menjadi pusat perhatian karena memang suka mencari kesalahan murid baru, terus bentak-bentak, itu wajar. Tapi apa ya...melihat mereka menjadi satu kesatuan yang kompak, itu menimbulkan aura tersendiri buatku.

Berbekal nekat, aku pun ikut pemilihan pengurus OSIS waktu itu. Ya, aku memang tidak kenal siapa-siapa. Keraguanku menjadi sebuah keyakinan ketika aku mengenal sosok Sari, teman sekelasku yang juga ingin mengikuti seleksi.

seleksi saat itu diadakan selama 3 hari. Hari pertama, tes tulis. Aku dan Sari lolos. Hari kedua, interview. Aku dan Sari lolos. Hari ketiga, pemecahan kasus. Sayangnya, aku tidak lolos. Namun aku masih bisa bersyukur Sari lolos. Pengumuman di mading saat itu tertulis bahwa panitia akan membuka pendaftaran gelombang kedua. Namun aku menemui keraguan lagi. Maklum, sudah lelah dan jarak rumahku yang jauh dari sekolah memperkuat keraguan itu. Saat itu, Sari sudah memulai kesibukannya di Ruang OSIS yang menurutku 'Ruangan Eksklusif'. Suatu keberuntungan, di jalan menuju kelas aku berpapasan dengan Sari yang terlihat terburu-buru. Ia menyapaku, "Kin, kamu harus ikut gelombang kedua ya, ayo aku dukung kamu!", kemudian ia pergi menyusul kakak-kakak OSIS yang lain. Singkat namun bermakna. Beberapa detik itu, membuat semangatku bangkit lagi.

Ketika seleksi gelombang pertama aku sempat berkenalan dengan Rizka. Aku bertemu dengannya di depan kelasku. Aku menanyakan kepadanya apakah ia akan ikut lagi seleksi gelombang kedua. "Ya", jawabnya. Dan kami bertemu kembali di seleksi kedua.

Singkat cerita, dengan model seleksi yang sama, aku dan Rizka diterima. Dan ternyata di seleksi kedua hanya mengambil dua orang saja. Itu berarti aku dan Rizka orang-orang terakhir yang menggenapi pengurus baru! Kemudian beberapa teman yang lolos seleksi pertama pun datang mengerubungi mengucapkan selamat. Aku merasa beruntung, bahwa di seleksi aku dan Rizka diberangkatkan bersama saat memasuki pos interview. Mungkin saat itu kakak-kakak menguji kelayakan kami? Aku juga pernah diberitahu oleh seorang kakak bahwa sebenarnya mereka menguji apakah aku benar-benar berniat menjadi pengurus OSIS dengan jarak rumahku yang jauh, dan ternyata, I came to the second time...

Ah...perjuangan memasuki organisasi ini cukup panjang. Itu alasanku mencintai organisasi ini sampai sekarang dan berharap menemukan atmosfir yang sama seperti saat itu di tempat lain. Dengan perjuangan yang membuat kami menjadi saudara sepenanggungan, kami menjadi rindu untuk hadir dalam setiap rapat yang bagi kami adalah sebuah percakapan sederhana. Dengan persaudaraannya, membuat kami mempelajari karakteristik masing-masing pengurus. Kami tidak hanya tertawa tergelak bersama saat rapat, kami juga pernah bertengkar saling silat lidah. Perjuangan itu, membuat kami cinta pada 'pekerjaan' ini.

Saat menjadi senior di organisasi ini, giliranku ikut serta dalam pemilihan pengurus baru. Jadi begini rasanya memperdebatkan siapa saja yang layak masuk dalam organisasi ini. Dulu, mungkin aku juga diperdebatkan seperti ini. Sayang rasanya mendengar bahwa saat aku lulus, memasuki organisasi ini begitu mudah. Semua hampir dikendalikan guru. Aku takut nilai esensialnya kurang. Aku takut nilai perjuangan itu kurang sehingga 'penerus' kami tidak merasa cinta terhadap organisasinya. Terhadap keluarganya.

Hm...aku beruntung memiliki mereka...

(Terima kasih kepada teman-teman OSIS HORAS, OSIS BEDA, dan OSIS EXELLENT, kalian guru bagiku)

4 komentar:

  1. wah jadi kangen ama masa" jadi petinggi MPK di esema dulu nih

    pegel sih baca cerita OSIS ini
    tapi menarik euy!:DD

    BalasHapus
  2. Poster Gambar ini kah yang terpajang di kamar Kiky dulu ?
    hehehe

    Salam saya Ky ...
    Tiada masa ... seindah masa SMA ...

    BalasHapus
  3. @om nh: salah satunya ini om, sampai sekarang :)

    BalasHapus

silahkan komen yaa...jangan lupa kasih alamat blog kamu, nanti aku balik kunjungi ^_^
thanks!