Di saat aku kecil…
Aku tidak pernah tahu apa beda laki - laki dan perempuan, bagiku mereka sama saja. Aku bisa bermain dengan keduanya.
Saat aku duduk di bangku Sekolah Dasar…
Perlahan - lahan aku mulai memahami apa beda laki - laki dan perempuan. Sedikit - sedikit aku memahami kebiasaan mereka yang jauh berbeda. Teman - teman perempuanku lebih suka berkumpul bermain lompat tali, bola bekel, boneka, rumah - rumahan. Sedangkan teman laki - lakiku lebih suka bermain kotor, sangat jorok dengan pakaian mereka yang menjadi berlumuran lumpur, basah oleh keringat, dan kulit yang menjadi hitam legam.
Saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama…
Mereka mulai merasakan perbedaan itu, oleh karena itu mereka semakin saling menjauh. Mereka membuat kelompok sendiri - sendiri. Teman - teman perempuanku senang membicarakan orang dan cara mereka berdandan. Sedangkan teman laki - lakiku masih suka bermain tetapi juga sudah mulai tampil keren, pembicaraannya meliputi permainan mereka dan hal - hal yang sulit kupahami.
Saat aku duduk di bangku Sekolah Menengah Atas…
Ternyata mereka sudah mulai mengetahui bahwa mereka benar - benar berbeda, dan mereka lebih dapat menerimanya. Walaupun masih ada kelompok perempuan vs laki - laki, tapi mereka lebih bisa membaur. Bahkan, teman - teman perempuanku mulai menyukai teman laki - lakiku. Begitupun sebaliknya. Lalu mereka menjalin hubungan yang menurut mereka 'lebih dari sekedar teman'. Tapi, hal itu belum menjadi perbincangan serius di antara mereka.
Saat aku duduk di bangku kuliah…
Akhirnya aku mengakui, aku sendiri pun memiliki beberapa sahabat perempuan dan laki - laki yang menyayangiku. Namun, dilema sering terjadi saat sahabat - sahabat perempuanku mulai menyukai teman laki - lakiku dan akhirnya mereka menikah, menjadi jauh denganku dan sulit untuk kuajak lagi refreshing, shopping.
Dan itu akan lebih menjadi ganjalan hati ketika sahabat laki - lakiku mulai suka pada teman - teman perempuanku dan menjadi tidak bisa sedekat dulu lagi, takut ada yang cemburu. Apalagi saat sahabat laki - lakiku siap untuk melengkungkan janur kuning dan duduk di pelaminan dengan perempuan pilihannya. Maka, cukup di situlah aku harus berhenti berkeluh kesah kepadanya melalui SMS, telepon, ataupun media elektronik. Takut ada yang cemburu.
Saat aku memikirkan ini, aku bertanya dalam hati, sanggupkah aku hadir di acara pernikahan sahabat laki - lakiku, duduk di kursi tamu untuk melihat dia di pelaminan bersama perempuan pilihannya tanpa mengeluarkan air mata?
Siapkah dirimu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
silahkan komen yaa...jangan lupa kasih alamat blog kamu, nanti aku balik kunjungi ^_^
thanks!